Kilau Ternate-Tidore dengan Bangsa Asing
Kepulauan Maluku merupakan kepulauan yang berada di timur Indonesia. Kepeulauan ini tepat berada di selatan negara Filipina. Dan kepulauan ini memilki letak yang cukup strategis. Seta memeiliki daerah yang cukup luas dan banyak kekayaan alamnya.
Sejak zaman dahulu, kepulauan Maluku merupakan incaran bangsa Eropa. Karena di kepulauan in merupakan surga rempah-rempah yang sangat dicari. Bahakan selain bangsa Eropa, bangsa Arab dan China pun sudah sering melakukan perdagangan kesini.
Kepulauan Maluku ini memiliki beberapa pulau kecil yang memiliki sumber daya alam yang luar biasa untuk dikembangkan. Bahkan beberapa pulau sempat menjadi produsen cenkeh terbanyak saat itu. Saat dimana masih jayanya kerajaan-kerajaan di kepulauan Maluku serta adanya bangsa Eropa di sini.
Untuk berabad-abad kepulauan Maluku merupakan layar konflik yang cukup mengesankan antara Eropa dan Asia yang merebutkan cengkih dan pala. Termasuk lada dari Jawa dan Sumatera yang erupakan komoditas utama perdagangan. Ini semua memilki nilai jual tinggi dalam perdagangan anatara wilayah Timur dan juga Barat.
Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku Utara. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan ini meliputi Kepulauan Maluku dan sebagian Papua. Tanah Maluku yang kaya akan rempah-rempah menjadikannya terkenal di dunia Internasional dengan sebutan Spice Island.
Pada pertengahan abad ke 15 dan awal abad ke 16 di kepulauan Maluku telah tersebar agama Islam. Sehingga banyak dari warga Maluku yang menganut agama Islam. Dan Islam adalah agama yang resmi di kepulauan Maluku.
Di kepulauan Maluku tersebut, terutama Maluku utara ada empat kerajaan Islam yang utama, ykni Loloda, Jailolo, Ternate dan Tidore. Komoditas utama yang dihasilkan dari kepulauan Maluku ialah yang cengkeh yang dimana banyak pihak yang mengincarnya terutama dari Arab dan China. Sehingga pada awal abad ke 16 ada pergeseran kekuatan politik. Hingga akhirnya muncullah formasi kekuatan baru yakni Jailolo, Ternate, Tidore, dan Bachan.
Keempat kerajaan tersebut saling memilki ikatan. Dimana diantara ke empat kerajaan tersebut selalu di adakan perkawinan di antara keluarga raja (yang bergelar Kaichil). Di antara keempat kerajaan tersebut, terdapat dua kerajaan yang secara politis memilki persaingan yakni Ternate dan Tidore untuk mendapatkan hegemoni daerah tersebut.
Wilyah kekuasaan Tidore saat itu mencangkup bagian tengah dan selatan pulau Halmahera, kepulauan Raja Ampat, dan pantai utara kepala burung pulau Irian. Sementara Ternate mencangkup separuh bagian tengah dan utara pulau Halmahera, pulau Morotai dan kemudian mempengaruhi juga keadaan politik di pulau Seram, Buru, Ambon, Lease, dan Banda.
Pada tahun 1512 Portugis sudah mulai menampakkan di perairan Banda dan juga Ambon. Kerajaan Ternate begitu respeknya terhadap kedatangan bangsa Portugis ini, bhakan pihak mereka telah bersiap menyambut. Sementara itu pihak kerajaan Tidore lebih respek terhadap kedatngan Spanyol. Dan kedua kerajaan ini membangun benteng yang dipersilahkan kepada para tamu ini.
Kericuhan terjadi di dalam intern urusan pemerintahan. Terutam ialah kerajaan Ternate. Dimana Purtugis selalu ikut campur dalam urusan dalam negeri kerajaan. Kerajaan Ternate saat itu dengan kirannya ada bantuan erta dukungan dari Portugis ingin sekali menguasi atau mendominasi situasi politik di seluruh wilayah kekuasaan keempat kerajaan tersebut. Inipun mambuat Portugis memanfaatkan situasi. Portugispun selalu menanamkan intrik ayau rencana yang di tanamkan kepada kerajaan Ternate, yang akhirnya nanti Portugislah yang lebih berkuasa.
Beberapa kali kepala pemerintahan darikerajaan Ternate silih berganti. Menemukan sosok yang tepat bagi kerajaan maupun portugis. Bahkan walupun saat itu Ternate dan ketiga kerajaan lain menganut agama Islam, namun di Ternate karena salah satu raja yang merupakan boneka dari Portugis telah mewariskan kerajaan kepada Portugis. Dan kerajaan Ternate menjadi kerajaan Kristen. Raja tersebut ialah Tarbija. Iapun meminta kepada Portugis untuk menjadikan anaknya sebagai Putra Mahkota yakni Baab Ullah.
Penguatan agam kristen yang dilakukan oleh pihak Portugis semakin gencar setelah kedatangan para misionaris, diantaranya Franciscus Xavier. Banyak dari para Bobato yang menganut agama kristen. Semantara itu, Tidore, Bachan dan juga Jailolo tetap mempertahankan kekuasaannya. Walaupun mereka sering turut dalam pertengkaran antara Ternate dan Portugis,
Stelah Portugis menyanggupi permintaan raja yang menjadi boneka yakni Tarbija. Baab Ullah pun sempat menjadi raja dan memperluas wilayah kekuasaan hingga menjadi tuan dari 72 pulau. Dari Mindanao hingga Bima. Bahkan memilki bala tentara yang luar biasa yakni sebanyak 130.000 prajurit.
Setelah baab meninggal lalu posisinya digantikan oleh puteranya Said. Saat ia menjabat, pusat kekuasaan Portugis berpindah ke pulau Ambon. Tepatnya pada saat tahun 1580 Portugal dan Spanyol menjadi satu uni di bawah perintah raja Spanyol. Spanyolpun menduduki wilayah Pilhipina dan menguasai benteng bekas Portugis disana. Tujuaan dari kegiatan Spanyol ini ialah untuk mengatasi kekuatan portugis, sehingga merekalah yang dapat berkuasa penuh di Maluku.
Ssempat datang pula para kekuatan Eropa ke kepulauan Maluku. Yang di antaranya Inggris tahun 1579 lalu Belanda (VOC) pada 1599. Kedatangan mereka saat itu disambut baik oleh kerajaan Ternate. Bahkan VOC mempunyai kantor perwakilan di Ternate.
Usaha Spanyol yang ingin berkuasa di tanah Maluku akhirnya meletus dengan cara perperangan. Pada awal tahun 1600an, Sultan Said dan beberapa anggota pemerintahannya ditangkap dan dibawa ke Manilla. Portugispun ingin merebut kekuasaan di tanah Tidore. Kerajaan Tidore saat itu merupakan salah satu kekuasaan Spanyol. Hingga akhirnya keinginan untuk merebut Tidore tidak terlaksana. Dan Spanyolpun melepas cita-cita mereka untuk merebut Ambon kembali.
Saat Belanda tiba di Maluku, Belanda disambut baik oleh kapitan Hitu. Hitu yang amat benci terhadap Portugis memanfaatkan hal ini untuk bisa mengusir Portugis kembali. Dari pihak Ternatepun menyambut baik kedatangan ini. Dengan banyaknya kapal yang masuk, maka Ternate semakin gencar memperluas kekuasaanya. Dan dari pihak Belandapun tentu memilki strategi tersendiri untuk mendaptkan keuntungan. Mereka menempatkan perwakilan untuk mengatur perdagangan rempah-rempah.
Hitu dan Belanda seiring waktu menjadi semakin dekat. Bahkan untuk usaha mengusir Portugis Belnada dan Hitu melakukan suatu perjanjian atau kesepakatan. Belanda di izinkan membangun benteng dan juga Belanda di bebaskan dari pembayaran pajak dan uang pelabuhan. Setelah Belanda semakin nampak di kepulauan Maluku dengan berbagai aksinya. Pihak Portugis merasa gelisah. Untuk menghadapi semua ini, maka Portugis menyiapkan armada yang besar. Bahkan armada-armada ini merupakan sejarah terbesar yang di siapkan oleh Portugis selama masa ekspansinya. Dan armada-armada ini di pimpin langsung oleh perwira terbaik yang dimilki oleh Portugis. Setelah berlayar, armada-armada Portugis berhasil menaklukan bagian-bagian dari pantai utara jazirah Hitu.
Semenjak Belanda datang dan mendirikan sebuah aklamasi VOC,kapal-kapal Portugis semakin lama semakin merugi dan lumpuh. Pada tahun 1605 Portugis menyerahkab bentengnya kepada Hitu, sehingga kondisi Portugis di Maluku semakin terdesak. Perebutan oleh Hitu ini tidak lepas kembali dari bantuan pihak Belanda. Jatuhnya kependudukan Portugis ini juga membuat kegelisahan bagi umat kristen saat itu. Karena mereka takut terhadap serangan dari Islam. Akan tetapi dari pihak Belanda telah mengizinkan untuk beribadah sesuai dengan kepercayaannya. Tanpa mengkhawatirkan adanya gangguan dari yang lain.
Belanda juga telah berhasil merebut benteng di Tidore. Bangsa Portugis yang telah jelas terlihat kelemahannya sudah tak berdaya. Spanyolpun kian hari kian melemah dan meninggalkan kepulauan Maluku. Hingga akhirnya Belanda yang memilki kuasa tunggal di kepulauan Maluku.
Daftar Pustaka
Diunduh dari http://www.scribd.com/mobile/documents/8567666 diunduh pada tanggal 10 nopember 2011 pukul 07.40 WIB.
Abdurachman, Paramita Rahayu. 2008. “Bunga Angin Portugis di Nusantara, Jejak-jejak kebudayaan Portugis di Indonesia ”. Jakarta : LIPI.
Willard A. Hanna & Des Alwi. 1990. “Turbulent Times Past In TERNATE and TIDORE”. Maluku : Yayasan Warisan dan Budaya Banda Naira.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. “Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900”. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Urama.
Ricklefs, M.C. 2008. “Sejarah Indonesia Modern 1200-2008”. Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta.
0 comments:
Post a Comment